Kisah Prabu Angling Darma

Kisah  Prabu Angling Darma
Prabu Angling Darma Menjelma Jadi Burung Meliwis PutihPrabu Angling Darma Menjelma Jadi Burung Meliwis Putih
 – Malawapati merupakan sebuah kerajaan, dimana rajanya adalah Prabu Anglingdarma, seorang raja yang arif bijaksana, negerinya makmur, aman dan sentausa. Rakyat negerinya sangat mencintai rajanya. Lagi pula,Prabu Anglindarma masih jejaka, sehingga banyak para gadis jatuh cinta. Tetapi diantara para gadis yang jatuh cinta pada prabu Anglingdarma, belum ada satupun gadis yang bisa menyenangkan hati Prabu Anglingdarma.
Sejarah Raja Angling Darma dimulai pada suatu hari raja pergi berburu di hutan larangan. Prabu Anglingdarma disertai beberapa pasukannya sudah tiba di hutan. Anglingdarma melihat ada seekor kijang mendekatinya, Anglingdarma segera memanahnya, sayang panahnya meleset, tidak kena. Kijang itu betul-betul menggoda, setiap kali mau dipanah, lari. Jika Prabu Anglingdarma tidak dalam posisi memanah, kijang itupun berani mendekati. Kijang itu meng goda hati Prabu Anglingdarma. Akhirnya Prabu Anglingdarma mencoba menangkap kijang itu dengan kedua tangannya.
Kijang itu mendekat lalu menjauh, mendekat lagi lalu akhirnya sampailah Prabu Anglingdarma tiba di Pertapaan gunung Semeru. Rupanya kijang itu berusaha mengajak Prabu Anglingdarma pergi ke pertapaan tesebut, tempat tinggal Begawan Maniksutera. Prabu Anglingdarma melihat seorang gadis cantik, di kelilingi beberapa ekor kijang. Raja terpesona melihat kecantikannya. Ingin juga ia berkenalan. Iapun menemui Begawan Maniksutera di dalam pertapaanya. Begawan Maniksutera senang sekali kalau di pertapaamya ada yang mau berkunjung. Puteri pertapa, puteri Begawan Maniksutera, bernama Dewi Setyawati menyuguhkan segelas minuman hangat dan beberapa potong kue serta buah buahan hutan. Raja minta berkenalan, dengan Dewi Setyawati. Setelah beberapa hari tinggal di pertapaan, Prabu Angling darma dan Dewi Setyawati saling jatuh hati. Cinta Prabu Anglingdarma, tidak bertepuk sebelah tangan, Cinta Prabu Anglingdarma diterima dengan sepenuh jiwa. Prabu Anglingdarma melamar Dewi Setyawati menjadi isterinya, sekaligus menjadi Permaisuri Prabu Anglingdarma. Dewi Setyawati adalah puteri kedua setelah Batikmadrim. Sesuai pesan Batikmadrim, kalau adiknya, mau menikah, calon suaminya, harus mampu mengalahkan Batikmadrim. Prabu Angling darma menerima syarat yang diberikan Batikmadrim. Prabu Anglingdarma dan Batikmadrim, sekarang sudah beradu kesaktian, Semula kepandaian dan kekuatan yang mereka miliki suda dikeluarkan. Namun setelah mengetahui titik lemah pertahanan Batikmadrim, dapat juga ditaklukkan oleh Prabu Anglimgdarma.
Pernikahan Prabu Anglingdarma dan Dewi Setyawati pun berlangsung. Sesudah selesai pernikahan, Prabu Anglingdarma, memboyong Dewi Setyawati ke Malawa pati. Batikmadrim diminta serta oleh Prabu Anglingdarma, untuk menjadi patih Kerajaan Malawapati. Prabu Anglingdarma dan permai surinya sangat bahagia, Mereka memadu kasih penuh rasa cinta. Begawan Maniksutera sangat berbahagia, melihat kedua anaknya, berhasil menjadi keluarga yang bahagia, dengan suami, pilihan hati puterinya sendiri.
Usai beberapa waktu berbulan madu dengan permaisuri Dewi Setyawati. Prabu Anglingdarma pergi berburu lagi. Rupanya berburu ini menjadi kegemaran Prabu Anglingdarma sejak masih kecil. Dengan dikawal oleh beberapa perajurit gemblengan dan pilihan, Prabu Anglingdarma meminta juga Patih Batikmadrim mengantarkan nya ke Taman Sri Bagindo, sebuah taman perburuan yang diperuntukkan hanya untuk raja dan keluarga raja. Prabu Anghlingdarma yang sedang mencari buruannya, mendadak dikagetkan dengan kehadiran seekor ular naga betina, yang kelihatannya Nagagini isteri Nagapratala sedang memadu kasih dengan seekor ular tampar. Nagapratala adalah sahabat Prabu Anglingdarma. Melihat kelakuan istri sahabatnya yang melanggar susila, maka Prabu Anglingdarma memanah Ular tampar, namun panahnya juga menyerempet ekor Nagagini. Menjadikan Nagagini terkejut dan mengaduh kesakitan. Merasa di aniaya oleh Anglingdarma, Nagagini melapor kejadian itu pada suaminya, Nagapratala. Tentu ceritanya telah diubah sedemikian rupa oleh Nagagini. Nagagini melapor kalau dirinya diperkosa dan di ancam dengan senjata pusakanya, oleh Anglingdarma. Sehingga ekornya menjadi hampir putus terkena pusaka Prabu Anglingdarma. Mendengar kata kata itu, Nagapratala terbang menuju Malawa pati. Di Malaw apati penjagaan begitu ketat. Nagaratala ke heranan, mengapa ini terjadi, kalau begitu kata Nagagini mungkin ada benarnya. Tetapi mata batinnya mengatakan kalau sahabatnya, Anglingdarma tidak mungkin melakukan perbuatan seperti yang di tuduhkan istrinya. Walau dijaga sampai rangkap berapapun banyaknya penjaga, Nagapratala dengan mudah memasuki kamar tidur Prabu Angling darma tanpa diketahui oleh siapapun. Nagapratala mendengar Anglingdarma dan permaisurinya, Setyawati sedang bertukar pikir, mengenai kejadian pada pagi hari. Prabu Angling darma mengatakan, apakah kelakuan istri Nagaparatala, tadi siang yang baru dialami nya. Karena Nagagini pasti akan memutar balik kan kejadian yang sebenarnya. Namun tadi kalau Nagagini itu dibiarkan saja, berselingkuh dengan ular tampar, kita tidak akan ada masalah. Tetapi kasihankan, kakang Nagapratala, tidak mengetahui kelakuan istri yang sebenarnya. Perbuatan Nagagini sudah mengkhianati Kakang Nagapratala. Berani beraninya berselingkuh dengan ular tampar. Ular tampar berhasil kupanah, namun panahnya juga mengenai ekornya, pasti akan membikin marah kakang Nagapratala. Nagapratala yang mendengarkan dengan hati hati, jelas sudah istrinya yang bersalah. Nagapratala pun keluar dari kamar Prabu Anglingdarma. Diluar istana, Nagapratala memangil manggil Prabu Anglingdarma, agar keluar. Prabu Angling darma agak gugup memenuhi panggilan Nagapratala. Sedangkan Dewi Setyawati merasa cemas dan was was. Nagapratala mempersilakan Prabu Anglingdarma menaiki punggungnya. Pergilah mereka berdua kesuatu tempat dimana Prabu Anglingdarma merasa asing, Prabu Anglingdarma tidak mengenal tempat itu. Nagapratala bicara dengan Anglingdarma, sahabatnya, kalau ia berniat untuk menurun kan Aji Gineng yang dimiliki selama hidupnya, kepada Prabu Anglingdarma. Setelah itu ia akan moksa. Prabu Anglingdarma tidak mau menerima Aji Gineng, kalau setelah itu kalau Nagapratala mati. Nagapratala merasa sudah saatnya harus meninggalkan dunia ini. Prabu Anglingdarmajuga juga tidak mau menerima, kalau masalah dengan Nagagini belum dapat di selesaikan. Prabu Anglingdarma siap dihukum karena melukai ekor Nagagini. Nagapratala, lebih percaya pada Anglingdarma, sebab tadi sudah mendengar pembicaraan Anglingdarma dengan isterinya, Setyawati dikamar tidurnya.
Nagapratala akhirnya menyalurkan, Aji Gineng pada Prabu Anglingdarma. Setelah Aji Gineng masuk dalam tubuh Prabu Anglingdarma, Nagapratala, berpesan agar Aji Gineng yaitu, aji yang memiliki kesaktian dapat mengetahui semua bahasa binatang, namun tidak boleh di beritahukan kepada siapapun, walaupun juga anak isteri nya. Kalau berani memberi tahu tentang aji ini, Prabu Anglingdarma akan mati pula. Anglingdarma akan memperhatikan nasehat dan pesan Nagapratala. Sesudah semuanya selesai, Nagaratala meminta mereka bersama memejamkan kedua matanya. Tiba tiba saja, Prabu Anglingdarma merasa terbang keangkasa dan tiba kembali di Istana Mala wapati. Sedangkan Nagaprata moksa.
Dewi Setyawati dan Prabu Anglingdarma tengah memadu cinta di kamar tidurnya. Ketika itu terdengar suara dua ekor cicak sedang bercengkerama, seperti halnya Prabu Anglingdarma.
Cicak perempuan bilang: kang, kalau kita memadu cinta sebaiknya nyontoh Prabu Anglingdarma. Mereka nampak romantis, tak seperti kita, gini gini terus.
Cicak laki laki bilang: Jika kamu sudah tidak senang sama aku. Mbok ya ho, jadi istri Prabu Anglingdarma saja.
Kata cicak perempuan, ya tidak begitu, yang halus, dan yang mesra gitu kang, kaya Gusti Prabu Anglingdarma.
Mendengar pembicaraan kedua cicak tersebut, Prabu Anglingdarma menjadi ketawa terpingkal pingkal. Setyawati terkejut mendengar suaminya ketawa geli. Prabu Anglingdarma menceritakan, kedua cicak itu iri pada kita. Kayak kayaknya Cicak, itu iri dengan kemesraaan kita.
Dewi Setyawati menjadi marah dan sakit hati, dirinya merasa tidak pantas menjadi istri Prabu Angklingdarma, maklum ia gadis desa, tidak cantik, tidak bisa tata krama, seperti para priyayi Keraton Kalau Prabu Anglingdarma mengerti apa yang dikatakan cicak, mengapa isterinya tidak boleh tahu apa yang dikatakan cicak. Mendengar itu Prabu Anglingdarma tidak bisa menerangkan apa sebenarnya yang baru dialami Prabu Anglingdarma, yaitu telah menerim Aji Gineng dari Nagapratala, Aji Gineng itulah yang menjadikannya mengerti apa yang dikatakan cecak Prabu Anglingdarma minta Dewi Setyawati untuk mau mengerti, kalau dirinya masih dalam kesulitan. Dewi Setyawati minta diajari bahasa cicak, ia ingin dengar sendiri pembicaraan mereka.
Namun Prabu Anglingdarma tidak bisa memberikan atau mengajari bahasa cicak itu. Oleh karena alasan suaminya tidak bisa meyakinkan dirinya, maka Dewi Setyawati, lebih percaya kalau tadi benar benar mengetawakan dirinya, Ia merasa sangat malu. Akhirnya Dewi Setyawati minta pati obong saja, daripada dipermalukan oleh suami nya sendiri. Prabu Anglingdarma memanggil Batiknadrim, diminta pendapat nya, sehubungan ada permintaan dari kakaknya, Dewi Setyawati. Sudah berkali kali Batikmadrim menasehati, agar kakaknya jangan melakukan tindakan bodoh, gara gara cicak saja. Karena sudah tak bisa dicegah lagi, maka Batikmadrim pun terpaksa mengiyakan kakaknya, Dewi Setyawati, yang bersikukuh melakukan pati obong.
Lantaran Dewi Setyawati sudah tidak bisa dirobah pendiriannya,untuk tidak melakukan perbuatan konyol, dengan membakar diri. Maka untuk menunjukkan kecintaannya pada isterinya, Dewi Setyawati, maka Prabu Anglingdarma dengan hati rela akan melakukan seperti apa yang akan dilakukan isterinya, yaitu dengan pati obong juga. Mereka akan melakukan pati obong bersama besok pagi.
Keesokan harinya para perajurit menyiapkan tempat pati obong. Dibuatnya sebuah panggung hampir setinggi dua atau tiga kali tinggi rumah, bentuknya hampir seperti sebuah menara. Disekeliling panggung itu dihias janur kuning, untuk menyemarakkan suasana, Sementara itu Prabu Anglingdarma dan Dewi Setyawati, telah menyiapkan diri untuk melakukan pati obong bersama sama. Api mulai menyala dan kayu-kayu bakar pun telah mulai menyala.
Sementara itu didekat panggung pati obong, ada sepasang kambing jantan dan kambing betina.
Kambing betina yang kelihatan gelisah, meminta sesuatu kepada kambing jantan: Kakang Kambing lanang, mbok aku di ambilkan daun janur dekat Gusti Ayu Setyawati, itu di atas, dipanggung itu. Demikian pinta kambing betina.
Mendengar kata kata kambing betina, Kambing jantan menjawab: mengambilkan daun janur di atas sana!, yang benar saja, letaknya saja diatas sana, diatas panggung yang amat tinggi, bisa-bisa saja badanku, yang terbakar.
Kambing betina itu semakin merajuk: Kalau kakang tidak mau mrngambilkan daun janur itu, aku akan pati obong saja seperti Gusti Ayu Setyawati.
Kambing jantan menjadi sewot, dengan ketus dijawabnya: Kalau mau pati obong, silakan saja, tetapi aku tak mau seperti Gusti Anglingdarma. Gampang sekali-ikut ikutan pati obong. Kalau aku tak sudi.
Api telah meninggi, api menjilat-jilat, bagai mau mencapai langit, sedangkan Prabu Anglingdarma sedang senyum-senyum sendiri ketika mendengar pembicaraan kedua kambing itu. Melihat suaminya senyum-senyum, dan sedang terlena, Dewi Setyawati, tanpa diketahui oleh Prabu Anglngdarma, terjun dalam kobaran api yang amat besar.
Prabu Anglingdarma belum sadar juga, kalau istrinya, telah terjun terlebih dahulu ke dalam kobaran api. Ketika tersadar dari lamunannya, Prabu Anglingdarma tinggal seorang diri, ditinggal Dewi Setyawati yang terjun mendahului Prabu Anglingdarma. Prabu Anglingdarma, mau terjun menyusul istrinya, tapi api pembakaran hampir padam dan sebentar kemudian apipun padam. Prabu Anglingdarma kecewa, karena dimata rakyat ia sudah mengingkari janjinya untuk pati obong bersama istrinya. Kini Prabu Anglingdarma kelihatan linglung, seperti orang yang tengah kehilangan akal.

by Ki Prana Lawu on December 25th, 2015


Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Kisah Prabu Angling Darma"

Post a Comment

Blogger news